Senin, 03 Oktober 2011

Cerebral Palsy

Cerebral Palsy adalah kerusakan otak yang terjadi pada bayi sebelum, selama, atau segera setelah lahir. Kelainan ini menyebabkan disfungsi motorik. Cerebral Palsy bersifat non progresif dan disebabkan oleh hipoksia serebrum atau peningkatan tekanan intrakranium setelah trauma fisik pada otak. Peningkatan tekanan intrakranium dapat secara langsung merusak sel-sel syaraf atau menyebabkan hipoksia dengan menekan pembuluh-pembuluh darah. Perdarahan sering merupakan penyebab peningkatan tekanan intrakranium tersebut.

Cerebral palsy juga disebut dengan suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada kurun waktu dalam perkembangan anak. Mengenai sel-sel motorik di dalam sistem saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif (berkembang) akibat kelainan atau cacad pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.

Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah Cerebral Diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afaksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral Palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.

Walaupun sulit, etiologi Cerebral Palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi dini memberikan hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan. Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti ahli anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.


Angka kejadian
Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi dan rendahnya angka kelahiran dinegara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian Cerebral palsy menjadi menurun. Namun di negara-negara berkembang, kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi yang baru lahir, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan tubuh.

Adanya variasi angka kejadian di berbagai negara karena pasien Cerebral Palsy datang ke berbagai klinik seperti klinik anak, saraf, bedah tulang, rehabilitasi medik, dan sebagainya. Disamping itu juga karena para klinikus tidak konsisten menggunakan definisi dan terminologi Cerebral Palsy. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insiden penyakit ini, yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosa dan ketelitiannya. Misalnya insiden Cerebral Palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5/1.000 kelahiran hidup, sedangkan di Skandinavia sebanyak 1,2 – 1,5/1.000 kelahiran hidup. Gilroy memperoleh 5 dari 1.000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan Cerebral Palsy. 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10 % termasuk berat. Yang dimaksud ringan adalah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat adalah penderita yang memerlukan perawat khusus. 25 % mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukan IQ dibawah 70. 35 % kasus disertai kejang-kejang sedangkan 50 % kasus menunjukan adanya gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dibanding dengan wanita 1,4: 1,0. insiden relatif Cerebral Palsy yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik adalah sebagai berikut: spastik 65 %, atetosis 25 %, dan rigid, tremor, atatik 10 %.

Gambaran klinis
Gambaran klini Cerebral Palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1. Paralisis.
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
2. Gerakan involunter.
Dapat berbentuk atetosis, khoreo atetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
3. Ataksia.
Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan sangat canggung.
4. Kejang.
Dapat bersifat umum atau fokal.
5. Gangguan perkembangan mental.
Retardasi mental ditemukan kira-kira 1/3 dari anak dengan Cerebral Palsy terutama pada group tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral Palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
6. Gangguan penglihatan.
Hemianopsia, strabismus, kelainan refraksi, gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
7. Problem emosional pada saat remaja.


Etiologi
Penyebab Cerebral Palsy dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1. Pranatal.
Malformasi kongenital.
Infeksi dalam kandungan yang menyebabkan kelainan janin (rubella, toksoplasmosis, sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
Radiasi
Tok gravidarum.
Asfiksia dalam kandungan (solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
2. Natal.
Anoksialhipoksia.
Perdarahan intra kranial.
Trauma kelahiran.
Prematuritas.
3. Postnatal.
3.1. trauma Kapitis.
3.2. infeksi (meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis).
3.3. Kern Icterus.

Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan dara pada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemik prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab Cerebral Palsy.

Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).

Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini akan diajukan klasifikasi berdasarakan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsional.

Berdasarkan gejala klinis maka pembagian Cerebral Palsy adalah sebagai berikut:
1. tipe spastis atau piramidal.
tipe gejala yang selalu ada.
Hipertonia (fenomena pisau lipat)
Hiperrefleksi yang disertai klonus.
Kecenderungan timbul kontaksi
Refleks patologik.
tipe distribusi topografi.
Hemiplegia mengenai anggota gerak sisi yang sama.
Spastik diplegia mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat.
kuandriplegia mengenai ke empat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
monoplegik, bila hanya satu anggota gerak yang terkena.
triplegik apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dari kuandriplegia.
2. tipe ektrapiramidal.
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Disamping itu juga dijumpai gejala hipertonia, hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraksi jarang ditemukan, apabila mengenai sraf otak bisa terlihat wajah yang asimetri dan disatria.
3. tipe campuran.
Gejala- gejalanya merupakan campuran kedua gejala diatas misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional:
1. Ringan
Penderita masih bisa melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2. Sedang.
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus dirinya sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup ditengah masyarakat dengan baik.
3. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasinya. Sebaliknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.


Patogenesis
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3 – 4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.

Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu:
1. secara radial: berdiferensiasi dari daerah periventrikuler dan subventrikuler kelapisan sebelah dalam korteks serebri.
2. secara tangensial: berdiferensiasi dari zone germinal menuju permukaan korteks serebri.
Gangguan pada masa ini mengakibatkan kelainan kongenital seperti mikrogiri, agenesis korpus kolosum.

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada masa ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pascanatal. Pada stadium ini terjadi proliferasi neuron dan pembentukan selubung mielin.

Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan. Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.

Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis. Kernikterus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak, bisa menyebabkan Cerebral Palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang bisa mengakibatkan bangkitnya epilepsi.

.
Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal, pascanatal dan memperhatikan faktor resiko terjadinya Cerebral Palsy, selain itu:
- pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik, mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
- Pada bayi yang mempunyai resiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejala dapat berubah, terutama pada bayi hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang lambat, hampir semua Cerebral Palsy melalui fase hipotoni.
- Foto polos kepala.
- Pemeriksaan fungsi lumbal.
- Pemeriksaan EEG terutama pada penderita yang memperlihatkan gejala motorik seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering di serang kejang.
- Pemeriksaan CT Scan untuk mencoba mencari etiologi.
- Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.



Penatalaksanaan
- Pengobatan tergantung pada luasnya gangguan fisik, status mental dan timbulnya kejang.
- Semua program terapi harus mencangkup terapi fisik.
- Kunsultasi penting bagi keluarga dan pasien.

Secara pengobatan modern, Tidak ada terapi specifik terhadap Cerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan Cerebral Palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsional yaitu derajat ringan, sedang, dan berat.


Terapi Chi / Klasik dapat memperbaiki jaringan otak yang tidak berkembang, menyusun, menghubungkan saraf-saraf, sehingga tangan dan kaki dapat digerakan atas perintah otak, IQ meningkat, mengembalikan otot tangan dan kaki yang kaku dan terpluntir akan kembali normal.

angka keberhasilan terapi klasik = 70 %.




Reference:
Elizabeth J. Corwin, BSN, PhD, Patofisiologi, penerbit buku kedokteran EGC.
Soetjiningsih dr.DSAK, IG.N. Gde Ranuh Prof.,DSAK, Tumbuh Kembang Anak, penerbit buku kedokteran EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar