Rabu, 12 Oktober 2011

Askep Asthma bronkiale



A.    Pengertian
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).  (Polaski:1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel.  (Joyce M. Black:1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.  (Smelzer Suzanne: 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).







B.     Anatomi dan Fisiologi
1.      Anatomi
     
2.      Fisiologi

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis.
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%.
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak.
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar (sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang. Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang, dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang.
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara, mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru.
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunya tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru.
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ), bila darah teroksigenasi mencapai jaringan. Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan  jaringan kedalam darah.
Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang  pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi.

C.    Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asthma bronkhial.
1.      Faktor predisposisi
Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.      Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a.       Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b.      Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
c.       Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
3.      Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
4.      Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5.      Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
6.      Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D.    Klasifikasi Asthma
Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1.      Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2.      Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.      Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik
E.     Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.  Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan ade kuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.













PATOFLOW
Pencetus serangan
(Allergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)

                             Reaksi antigen dan antibody          Reaksi alergi
Tidak adekuatnya imunitas
Text Box: Resiko tinggi infeksiRelease vasoactive substance                                            
(Histamin, bradikin, anafilatoxin)

Konsrtiksi otot polos             ↑ permeabilitas kapiler                  Sekresi mukus

  Bronchospasme                     Kontraksi otot polos                   Produksi mukus         
                                                     Edema mukosa
 Hipersekresi

Text Box: Ketidakseimbangan       Nutrisi  : kurang dari kebutuhan tubuhText Box: Bersihan jalan nafas tidak efektifObstruksi saluran nafas

Hipoventilasi.
Distribusi ventilasitak merata dengan sirkulasi darah paru
Text Box: Kerusakan pertukaran gasGangguan difusi gas di alveoli


 

Hypoxemia
Hiperkapnia

F.     Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu:
1.      Tingkat I :
a.       Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b.      Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2.      Tingkat II:
a.       Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b.      Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3.      Tingkat III :
a.       Tanpa keluhan.
b.      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c.       Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4.      Tingkat IV
a.       Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b.      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.


5.      Tingkat V
a.       Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b.      Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

G.    Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia   
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

H.    Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan laboratorium.
a.       Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
*      Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
*      Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
*      Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
*      Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b.      Pemeriksaan darah.
*      Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
*      Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
*      Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
*      Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2.      Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a.       Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b.      Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c.       Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d.      Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e.       Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru
3.      Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4.      Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a.       Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
b.      Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
c.       Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5.      Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6.      Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.


I.       Penatalaksanaan
1.      Pengobatan farmakologik :
a.       Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1.      Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
*      Orsiprenalin (Alupent)
*      Fenoterol (berotec)
*      Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2.      Santin (teofilin)
Nama obat :
*      Aminofilin (Amicam supp)
*      Aminofilin (Euphilin Retard)
*      Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b.      Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c.       Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
2.      Pengobatan non farmakologik:
a.       Memberikan penyuluhan.
b.      Menghindari faktor pencetus.
c.       Pemberian cairan.
d.      Fisiotherapy.
e.       Beri O2 bila perlu



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASTHMA BRONKHIALE
A.    Pengkajian
1.      Riwayat kesehatan yang lalu:
a.       Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
b.      Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
c.       Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2.      Aktivitas
a.       Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
b.      Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
c.       Tidur dalam posisi duduk tinggi.
3.      Pernapasan
a.       Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
b.      Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
c.       Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
d.      Adanya bunyi napas mengi.
e.       Adanya batuk berulang.
4.      Sirkulasi
a.       Adanya peningkatan tekanan darah.
b.      Adanya peningkatan frekuensi jantung.
c.       Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
d.      Kemerahan atau berkeringat.

5.      Integritas ego
a.       Ansietas
b.      Ketakutan
c.       Peka rangsangan
d.      Gelisah
6.      Asupan nutrisi
a.       Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
b.      Penurunan berat badan karena anoreksia.
7.      Hubungan sosal
a.       Keterbatasan mobilitas fisik.
b.      Susah bicara atau bicara terbata-bata.
c.       Adanya ketergantungan pada orang lain.
8.      Seksualitas
a.       Penurunan libido.

B.     Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1.      Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2.      Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
4.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
5.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas.


C.    Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 :
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
*      Sesak berkurang
*      Batuk berkurang
*      Klien dapat mengeluarkan sputum
*      Wheezing berkurang/hilang
*      TTV dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi
a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b.      Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi. R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c.       Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.  R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d.      Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk. R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e.       Berikan air hangat. R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f.       Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi). R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa Keperawatan 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
*      Pola nafas efektif
*      Bunyi nafas normal atau bersih
*      TTV dalam batas normal
*      Batuk berkurang
*      Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
a.       Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. R/ Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
b.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi. R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
c.       Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d.      Observasi pola batuk dan karakter sekret. R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e.       Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. R/ Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f.       Kolaborasi
*      Berikan oksigen tambahan.
*      Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer. R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
*      Keadaan umum baik
*      Mukosa bibir lembab
*      Nafsu makan baik
*      Tekstur kulit baik
*      Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
*      Bising usus 6-12 kali/menit
*      Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
a.       Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva). R/ Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
b.      Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. R/ Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
c.       Timbang berat badan dan tinggi badan. R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
d.      Anjurkan klien minum air hangat saat makan. R/ Air hangat dapat mengurangi mual.
Diagnosa Keperawatan 4
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
Tujuan : perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat
Kriteria Hasil :
*      TTV khususnya respirasi dalam batas  normal
*      Bunyi pernafasan normal dan bersih
*      Sesak nafas berkurang / hilangs
*      Warna kulit menjadi normal.
Intervensi :
Mandiri
• Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.

Diagnosa Keperawatan 5
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas
Tujuan : resiko pasien terkena infeksi  kecil bahkan tidak ada / tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
*      TTV dalam batas normal
*      Panas berkurang
*      Pasien dan keluarga mengerti tentang bagaimana mengurangi resiko infeksi.
Intervensi :
Mandiri
• Awasi suhu.
• Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi
• Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.